
KUALASIMPANG – Puluhan warga Desa Kebun Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang, melayangkan protes ke Pemkab Tamiang atas hilangnya wilayah desa mereka karena masuk dalam wilayah Hak Guna Usaha (HGU) PT Rapala. Protes ini mereka sampaikan sat mengadu ke Komisi A DPRK Aceh Tamiang, Selasa (10/1).
Menurut warga, pada peta yang diterbitkan Badan Pertanahan Negara (BPN), seluruh wilayah Desa Kebun Sungai Iyu masuk dalam kawasan HGU perkebunan sawit PT Rapala. “Padahal desa ini sudah berdiri puluhan tahun lalu, sebelum adanya PT Rapala,” kata Ramlan, Kepala Desa Kebun Sungai Iyu.
Ia menyampaikan protes ini ke DPRK Tamiang, didampingi Kepala Mukim Wahid, Ketua MDSK Sudi, para kepala dusun dan aparatur desa tersebut. Mereka Diterima Ketua komisi A DPRK Aceh Tamiang, Ismail yang didampingi anggota dewan lain.
Ramlan juga mengungkapkan, sejak keluarnya izin HGU PT Rapala tahun 2014, lahan Desa Kebun Sungai Iyu tidak ada lagi dalam peta. Padahal desa ini masih diakui wilayah administrasinya, dan dalam SK Gubenur Aceh Tahun 2013, luas lahan Desa Kebun Sungai Iyu dinyatakan seluas 10 hektare lebih.
Sebelum perpanjangan HGU PT Rapala pada tahun 2013, warga Desa Kebun Sungai Iyu sudah meminta kepada pemerintah agar sebagian wilayah desa yang sudah lebih dulu masuk dalam HGU, dibebaskan demi kepentingan pembangunan desa. Seperti untuk penyediaan lahan pertanian dan pengembangan areal permukiman di desa itu yang semakin sempit akibat bertambahnya populasi.
Menurut warga, hal ini disetujui oleh pemerintah, dibuktikan dalam SK HGU PT Rapala yang dikeluarkan BPN tahun 2014, tertera lahan yang dikeluarkan dari HGU seluas 34,9 Hektare.
Surat BPN Kabupaten Aceh Tamiang menerangkan bahwa lahan 34,9 Ha yang dikeluarkan dari HGU tersebut, dialokasikan untuk gedung sekolah dasar dengan luas sekitar satu hektare lebih. Selain itu, untuk alur di sekeliling perkebunan, sawah, jalan dan permukiman.
“Namun jalan yang disebut dikeluarkan dari HGU dan alur sekeliling kebun ini, diklaim kembali oleh PT Rapala dan hanya dimanfaatkan untuk perusahaan itu, bukan untuk warga Desa Kebun Sungai Iyu,” tambah Ramlan.
Begitu juga lahan yang disebut untuk permukiman, dikatakan oleh pihak PT Rapala, telah diberikan untuk permukiman warga Desa Tengku Tinggi. Padahal Desa Tengku Tinggi dari dulu tidak masuk HGU. Hal ini jelas merupakan upaya untuk menciptakan konflik antardesa oleh PT Rapala.
Permasalahan lainnya, lanjut Ramlan, gedung SD di Desa Kebun Sungai Iyu saat ini telah dijadikan gudang pupuk oleh perusahaan itu. Padahal sekolah tersebut dibangun dengan dana pemerintah. “Saat ini murid sekolah tersebut terpaksa direlokasi ke SD Marlempang. Kami minta gedung tersebut bisa digunakan oleh Pemerintah Desa Kebun Sungai Iyu, namun sampai saat ini Pemkab Tamiang tidak memberikan jwaban,” ujarnya.
Masalah paling besar yang dihadapi warga, lanjut Ramlan, saat ini halaman rumah warga di lahan yang telah dibebaskan dari HGU berdasarkan SK tahun 2014, di buldozer oleh pihak PT Rapala untuk mengintimidasi masyarakat. “Pekerja PT Rapala ini sengaja memprovokasi warga untuk melawan perusahaan dan berbuat anarki. Sehingga warga bisa diproses hukum, dan secara perlahan mengusir warga agar perusahaan ini bisa menguasai lahan desa untuk dijadikan kebun mereka,” ujar Ramlan.
Staf Humas PT Rapala, Nurdin yang dikonfirmasi Serambi, mengatakan bahwa halaman rumah warga yang dibuldozer untuk ditanami sawit ini, merupakan lahan perusahaan dan lahan ini masuk dalam HGU PT Rapala. “Desa Kebun Sungai Iyu ini berada dalam HGU perkebunan PT Rapala. Begitu juga dengan lahan berdirinya gedung SD dan perumahan yang kini ditempati warga desa tersebut,” tegasnya.
Sementara, Ketua Komisi A DPRK Aceh Tamiang, Ismail berjanji pihaknya akan memanggil pimpinan perusahaan PT Rapala, termasuk pihak eksekutif Pemkab Aceh Tamiang, dan BPN setempat, untuk dikonfrontir demi menyelesaikan persoalan ini.(md)
Post a Comment