![]() |
| Komisioner KIP Pidie, Heri Saputra, memberikan penjelasan kepada pasangan cabup dan cawabup Roni Ahmad (Abusyik) dan Fadhlullah TM Daud serta massa pendukungnya saat pelaksanaan debat kandidat di Hotel Grand Blang Asan Kota Sigli, Selasa (10/1). SERAMBI/M NAZAR |
Sebagai mana disiarkan harian ini kemarin, penundaan debat karena paslon Roni Ahmad (Abusyik)-Fadhlullah walk out (meninggalkan) arena debat. Kemudian, di luar gelanggang debat terjadi kericuhan antarmassa pendukung Abusyik dengan massa pendukung pasangan calon Sarjani Abdullah-M Iriawan.
Menjelang debat, pasangan Abusyik-Fadhullah meninggalkan forum yang digelar di sebuah hotel kawasan Sigli. Abusyik dkk marah karena Komisi Independen Pemilihan (KIP) Pidie melarang mereka memakai kopiah merah di dalam ruang debat. Alasan KIP, kopiah merah yang dipakai Abusyik bersama pengikutnya itu merupakan atribut kontestan.
Saat dakwa dakwi dialam ruangan berlangsung sebelum Abusyik cs meninggalakn forum debat, di luar ruangan suasana memang sudang tegang. Maka, ketika terjadi walk out, keributan pun tak terhindarkan. Ada seorang yang sempat jadi korban pemukulan. Tapi, polisi segera melerai keribuan massa pendukung Abusyik dan pendukung Sarjani.
“Perlu kami tegaskan bahwa kopiah merah ini bukanlah simbol atau atribut kampanye, karena tidak ada gambar atau nomor urut pasangan di kopiah itu. Apalagi tidak terdaftar dan memiliki hak paten. Semua masyarakat dan paslon kepala daerah mana pun bisa memakainya. Kopiah merah itu hanya untuk memberikan semangat bagi pendukung Abusyik,” kata pendukung Abusyik.
Tapi, kubu Sarjani berpendapat lain. “Tindakan (pemakaian kopiah merah) itu bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Cagub-Cawagub, Cabup-Cawabup, dan Cawalko-Cawawalko,” kata Muhammad AR dari kubu Sarjani.
Kasus di Pidie itu hanya satu contoh bahwa sesungguhnya debat calon pemimpin daerah potensi ributnya memang sangat besar. Bukan hanya musim pilkada ini, pada debat pilkada lima tahun lampau debat kandidat juga acap ribut-ribut yang disertai dengan berbagai tindakan anarkis dari kubu-kubu kandidat yang bertikai.
Padahal, sesungguhnya, debat bagi seorang calon pemimpin adalah kesempatan terbaik untuk mengomunikasikan pikiran, gagasan, visi, dan misinya kepada calon pemilih. Dari debat itu rakyat akan bisa mengukur apakah program-program atau jalan pikiran calon-calon pemimpin itu rasional atau hanya isapan jempol?
Jadi, calon pemimpin memang perlu memperlihatkan kemampuan, kecerdasan, dan cara berpikirnya lewat debat kandidat ini. Rakyat tak ingin terkecoh pada performa fisik saja. Rakyat ingin memastikan bahwa seseorang yang ingin maju dalam perebutan kekuasaan, bukanlah sekadar boneka dari sekelompok elit, tapi kandidat itu memang harus mampu dan didukung rakyat.
Oleh sebab itu, karena debat begitu penting bagi kandidat dan calon pemilih, maka KIP perlu mengevaluasi mekanisme atau cara berdebat agar tak terus-terusan berubah menjadi arena keributan.
Sumber : Serambi Indonesia

Post a Comment