
DI bawah sinaran lampu yang tak begitu terang, terpal berwarna biru terbentang panjang. Dalam suasana sedikit remang-remang, puluhan bocah duduk melingkar dan berdampingan, tak ada meja tak kursi, anak-anak itu duduk berlesehan. Mereka baru saja akan memulai belajar mengaji bersama personel polisi perempuan (Polwan), usai melaksanakan shalat Magrib berjamaah.
Begitulah suasana di Posko Brimob untuk pengungsi di Desa Raya, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya, Kamis (14/12) malam. Posko itu tak jauh dari Masjid At-Taqarrub, Kecamatan Trienggadeng, salah satu masjid yang roboh akibat gempa 6,4 SR satu pekan lalu. Masjid itu pun telah dua kali dikunjungi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan sudah dibangun kembali.
Anak-anak korban gempa di desa itu, hampir setiap malam melakukan kegiatan di posko tersebut, mulai dari shalat Magrib berjamaah, mengaji bersama, hingga nonton bareng. Untuk soal mengaji dan belajar, anak-anak itu ditemani oleh relawan, salah satunya adalah lima personel Polwan di bawah Brimob Polda Aceh.
Kelima Polwan ini nyambi jadi ustazah, saban malam mereka bersama anak-anak, layaknya ‘Ustazah Polwan’ yang tak henti-hentinya menebar ilmu di pengungsian.
Malam itu, anak-anak tampak begitu ceria dan semangat saat akan memulai belajar mengaji bersama Polwan di posko pengungsian. Para Polwan bersama anak-anak dan beberapa warga juga membaca surah Yasin bersama-sama, di bawah tenda di pokso tersebut.
“Gimana anak-anak, sudah siap shalat kan semua? Sudah siap mengaji kan?,” tanya salah seorang Polwan di hadapan anak-anak.
Anak-anak yang duduk rapi dan bersahaja itu pun menjawab serentak. Mereka yang laki-laki tampak mengenakan sarung dan berpeci, sedangkan bocah perempuan berpenampilan muslimah, tampak cantik dengan balutan jilbabnya.
Mereka kemudian mengeluarkan Alquran, sebagian juga mengeluarkan Juz Amma dan Iqra sembari mendengarkan arahan dari ‘Ustazah Polwan’ yang berdiri di depan. “Ayo silakan duduk seperti biasa ya, yang masih Iqra sama kelompok Iqra, yang sudah baca Alquran juga tolong disesuaikan sendiri,” ujar salah seorang Polwan yang bernama Bripda Muthia Octavia.
Proses belajar mengaji kemudian berlangsung, lima personel Polwan yang menyambi jadi ustazah di posko itu tampak begitu aktif, mereka menyimak anak-anak mengaji sambil menjelaskan jika ada bacaan yang salah. Suasana layaknya di kelas TPA terlihat di posko itu, anak-anak tersebut tampak tekun, mereka tetap mengaji dan belajar meski dalam keadaan darurat pasca-gempa yang mengguncang Pidie Jaya sekitarnya beberapa waktu lalu.
“Kami di sini ada lima orang, malam kami tugasnya ya mendampingi anak-anak ini membaca Alquran. Kami khusus yang sudah baca Alquran, kalau yang Iqra ada juga pengajar lainnya, dari kalangan sipil,” kata Bripda Muthia kepada Serambi.
Muthia menyebutkan, ia bersama empat rekannya memang sudah sejak awal posko didirikan bertugas di situ. Selain memberikan trauma healing (pemulihan trauma) untuk anak-anak, tugas Bripda Muthia juga mengajar ngaji, pelajaran sekolah, dan bermaian sambil belajar. Adapun keempat teman Muthia lainnya yang juga menyambi ustazah di pokso itu adalah, Bripda Sarasti Pertiwi, Bripda Endang Sri Wahyuni, Bripda Siti Habibah, dan Bripda Fitri Maisuri.
Muthia bersama rekan-rekannya cukup menikmati melakoni kegiatan tersebut bersama anak-anak di posko pengungsian. Menurutnya, apa yang mereka lakukan semata-mata untuk mendampingi anak-anak dan memberikan rasa nyaman kepada mereka, pasca-musibah gempat 6,4 SR pada Rabu 7 Desember lalu.
“Tujuan kami di sini ingin memulihkan trauma anak-anak yang terkena musibah, dengan cara hadir di tengah tengah mereka dan belajar sambil bermain bersama. Pada intinya kami hanya ingin mengurangi beban mereka, dengan cara mengalihkan mereka kepada hal-hal yang yang positif,” ujar Muthia.
Muthia juga menyebutkan, selain ngaji bersama di malam hari, pihaknya juga melakukan berbagai kegiatan lainnya di siang hari, seperti belajar bersama, bermain, bernyanyi, dan sejumlah kegiatan lainnya. “Pokoknya banyak yang kita lakukan bersama anak-anak ini,.Alhamdulillah mereka patuh saat belajar, awalnya sedikit susah, tapi pelan-pelan mereka terbiasa juga,” ujarnya.
Ditanya sampai kapan Muthia dan rekan-rekan akan bertugas menjadi ‘Usazah Polwan’ di posko pengungsian itu, Muthia mengatakan sampai mereka masih dibutuhkan. “Ini juga salah satu tugas negara yang diamanah kan kepada kami, di sini di bawah Satuan Brimobda Aceh kami turun dan bersentuhan langsung dengan anak-anak dan saudara kita yang terkena musibah gempa di Pidie Jaya,” pungkas Muthia.
Istri Kapolres
Tiga hari lalu, Selasa (12/12), sejumlah personel Polwan juga mengunjungi tenda pengungsi korban gempa di Meunasah Baroh, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya. Satu di antaranya Polwan ini juga hadir adalah AKP Musniar Ssos, Kassubbag Pers Sumda di Polres Pidie. Ditemui Serambi di kediamannya, Jumat (16/12), AKP Musniar yang juga istri Kapolres Pidie, AKBP M Ali Kadhafi SIK, bertutur kisah saat ia dan teman-temannya mengajari anak-anak di tenda.
Rasa trauma masih mewarnai bocah korban gempa itu. “Ada beberapa kali mereka tidak konsentrasi teringat sanak keluarga dan rumah mereka sudah hancur,” katanya.
Untuk memulai mengajari belajar diawali dengan canda dan berdialog supaya anak-anak berkonsentrasi. “Saya awali dengan bertanya siapa mau jadi Polwan, siapa mau jadi dokter. Dan saja ajak anak-anak berfoto ria dengan handphone kamera,” kisah Musniar.
Ide seperti itu memiliki daya tarik bagi anak untuk mau belajar sambil bermain. Mencoba menghilangkan rasa trauma akibat musibah gempa yang merenggut sanak keluarga mereka.(subur dani/nurnihayati)
Sumber : Serambi Indonesia
Post a Comment